Remaja Bogor Ditemukan Tewas di Saluran Irigasi. Duka kembali menyelimuti warga Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, setelah penemuan tragis seorang remaja di saluran irigasi. Pada Rabu, 10 Desember 2025, sekitar pukul 14.30 WIB, jasad AH (16), siswa SMP Negeri 4 Rangkasbitung asal Kampung Angsana, Desa Cikatapis, ditemukan mengambang di aliran irigasi setempat. Korban, yang memiliki riwayat autisme, diduga tewas tenggelam setelah hilang sejak Selasa sore saat pamit mancing bersama teman-temannya. Penemuan ini digegaskan oleh Kapolsek Parung, Kompol Maman Firmansyah, yang segera lakukan evakuasi bersama warga. Insiden ini bukan yang pertama di wilayah Bogor yang rawan banjir musim hujan, tapi riwayat korban tambah pilu: ia sering bermain di lokasi berbahaya itu. Di tengah cuaca tak menentu, kejadian ini ingatkan urgensi pengawasan orang tua dan edukasi keselamatan untuk anak penyandang disabilitas. BERITA BOLA
Kronologi Hilang dan Penemuan: Remaja Bogor Ditemukan Tewas di Saluran Irigasi
Kejadian bermula Selasa sore, 9 Desember 2025, sekitar pukul 16.00 WIB, saat AH pamit ke ayahnya untuk mancing di Sungai Ciujung dekat Kampung Angsana. Ia pergi bersama empat teman sebayanya, tapi tiba-tiba hilang saat bermain di tepi saluran irigasi yang arusnya deras pasca-hujan deras. Teman-temannya panik dan lapor ke keluarga, yang langsung cari tapi sia-sia karena gelap. Pagi Rabu, ayah korban dapat kabar dari rekan AH: tubuhnya ditemukan telungkup di aliran irigasi, berjarak 100 meter dari lokasi hilang. Warga dan polisi segera evakuasi jasad, yang dibawa ke RSUD Parung untuk visum. Kompol Maman bilang, “Korban ditemukan dalam keadaan tak bernyawa, diduga tenggelam karena arus kuat.” Tak ada tanda-tanda kekerasan, dan keluarga konfirmasi AH sering main di spot itu meski sudah diperingatkan.
Riwayat Korban dan Faktor Risiko: Remaja Bogor Ditemukan Tewas di Saluran Irigasi
AH, siswa kelas dua SMP, punya riwayat autisme yang bikin ia hyperaktif dan suka eksplorasi mandiri. Keluarga bilang ia sering kabur ke sungai untuk “bermain air”, meski sudah dipasang pagar sementara. Ayahnya, seorang buruh tani, sesal tak awasi ketat: “Dia bilang mau mancing sebentar, tapi arus lagi deras.” Faktor risiko jelas: saluran irigasi Ciujung dalam 2-3 meter dengan debit tinggi musim hujan, plus minim papan peringatan. Ini mirip kasus sebelumnya di Bogor, seperti bocah tunawicara hilang di Tajurhalang September lalu yang ditemukan tewas tenggelam. Data BPBD Bogor tunjukkan 15 insiden serupa tahun ini, mayoritas anak usia 10-16 tahun. Riwayat autisme AH tambah sensitif: anak seperti ia butuh pengawasan ekstra, tapi keluarga terbatas sumber daya untuk terapi atau fasilitas aman.
Respons Polisi dan Warga
Polsek Parung gerak cepat: tim Reskrim lakukan olah TKP dan wawancara saksi, konfirmasi tak ada unsur pidana. Kompol Maman instruksikan patroli intensif di spot rawan, plus koordinasi dengan Dinas Sosial untuk bantu keluarga. Warga Kampung Angsana gelar doa bersama di masjid desa, dengan tokoh masyarakat tuntut pagar pengaman permanen. Dinas Pendidikan Bogor janji konseling untuk siswa SMPN 4, hindari trauma massal. Ini selaras program nasional pencegahan bencana anak, di mana Kemensos alokasikan Rp5 miliar untuk edukasi keselamatan air di Jawa Barat. Respons cepat polisi cegah spekulasi, tapi warga sesal minim pengawasan sungai yang sering jadi “tempat bermain” anak.
Kesimpulan
Penemuan AH tewas di saluran irigasi Ciseeng tutup babak tragis yang mulai dari pamit mancing jadi hilang nyawa, dengan riwayat autisme korban tambah pilu di tengah arus deras musim hujan. Dari kronologi Selasa sore hingga evakuasi Rabu siang, respons polisi dan warga tunjukkan solidaritas, tapi faktor risiko seperti spot rawan tuntut aksi nyata: pagar aman dan edukasi sekolah. Keluarga AH butuh dukungan, bukan cuma doa—semoga ini pelajaran bagi Bogor yang sering hadapi insiden serupa. Trauma tak hilang sekejap, tapi pengawasan ketat bisa selamatkan generasi muda. Doa untuk AH, kekuatan untuk Ciseeng—semoga sungai jadi sumber hidup, bukan musibah.





